Seluk Beluk Jabatan Fungsional Perekayasa (JFP)

December 29, 2021


 Why Perekayasa?

Perekayasa adalah orang yang melaksanakan kegiatan perekayasaan. Perekayasaan adalah kegiatan Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk desain atau rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk, dan/atau proses produksi yang lebih baik dan/atau efisien dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknis, fungsional, bisnis, sosial, budaya, lingkungan hidup, dan estetika.

Kapasitas dan kapabilitas masyarakat harus terus ditingkatkan seiring dengan kemajuan zaman yang tak terbendung. Kegiatan sosialisasi, pelatihan, hilirisasi dan diseminasi mutlak diperlukan dalam mewujudkan hal tersebut. Aktivitas perekayasaan inovasi teknologi memegang peranan penting, mulai dari proses lahirnya invensi hingga pengoperasian atau penerapan inovasi teknologi. Terlebih saat ini kita sedang menghadapi masa pandemi COVID-19, kita dituntut untuk kreatif dan inovatif untuk mempertahankan eksistensi. Agar proses hilirisasi inovasi teknologi dapat berjalan baik, dibutuhkan tenaga fungsional perekayasa yang kompeten sehingga mampu mengkombinasikan, mengkreasikan, menyelaraskan substansi utama inovasi teknologi dengan realita di lapangan dan kebutuhan masyarakat.

Peran perekayasa di pemerintahan diemban oleh Jabatan Fungsional Perekayasa (JFT) dan Teknisi Litkayasa. Pemangku jabfung perekayasa di Indonesia per Desember 2020 berjumlah 2.772 orang yang tersebar di berbagai Kementerian dan Lembaga serta Lembaga Litbang di daerah. Sedangkan proyeksi kebutuhan perekayasa kedepan yang dibutuhkan ialah 7.500 orang dan teknisi litkayasa 3.516 orang (BPPT, 2020). 

Dasar Hukum JFT

  1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 
  2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi 
  3. Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024; 
  4. PP RI Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Inovasi Daerah;
  5. PermenPANRB RI Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 
  6. PermenPANRB RI Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Jabatan Fungsional Perekayasa;
  7. Perka BPPT No. 15 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Perekayasa Dan Angka Kreditnya;
  8. Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan  Inovasi Daerah Provinsi Jawa Tengah;
  9. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah.


Tugas Perekayasa

Dalam rangka mewujudkan pengembangan inovasi teknologi tersebut  perekayasa memiliki tugas untuk melaksanakan riset untuk mencari informasi , data atau keterangan untuk pembuktian kebenaran atau ketakbenaran suatu hipotesis yang bekaitan dengan subjek  ilmu pengetahuan & teknologi. Selain itu juga diperlukan pengembangan kaidah dan teori yang sudah terbukti benar untuk meningkatkan pemanfaatannya bagi terciptanya suatu produk teknologi. Hasil dari kegiatan riset dan pengembangan harus direalisasikan dengan menciptakan nilai, produk atau proses produksi dengan mempertimbangkan semua aspek unsur teknologi. Hasil akhir dari kegiatan tersebut adalah pengoperasian atau penerapan operasional produk perekayasaan kepada masyarakat.

Kegiatan jabatan fungsional perekayasa bekerja dalam kelompok kerja fungsional yaitu Organisasi Fungsional Perekayasa (OFK). Domain pekerjaannya meliputi: penelitian terapan, pengembangan, perekayasaan, dan pengoperasian (Research, development, engineering dan operations). Memiliki tatakelola kegiatan kerekayasaan berupa Sistem Tata Kerja Kerekayasaan (STKK).

Sistem Tata Kerja Kerekayasaan (Engineering work System) adalah tata kerja yang mengatur interaksi antar individu yang ada di dalam organisasi fungsional kerekayasaan untuk mencapai tujuan program/ kegiatan. Pengaturan yang dilakukan di antaranya adalah peran dan tugas masing-masing individu, penjadwalan program/ kegiatan, penggunaan sumber daya, sistem evaluasi atau  review program/ kegiatan, sistem finansial dan pengadaan, sistem dokumentasi dan pelaporan. 

Tujuan implementasi sistem tata kerja kerekayasaan adalah untuk mengoptimalkan peran pejabat fungsional Perekayasa dalam Sistem Tata Kerja Kerekayasaan  secara Konsisten dan Akuntabel. Konsisten dilakukan di setiap program kerekayasaan dan akuntabel proses dan hasil program dapat dipertanggungjawabkan. 

Peran Jabatan Fungsional Perekayasa pada OFK

Peran Pejabat Fungsional Perekayasa berdasarkan Jenjang 
(PerMENPAN Nomor PER/219/M.PAN/7/2008 Pasal 10) ialah sebagai berikut:
  • Perekayasa Pertama 
  1. Peran sebagai Staf Perekayasa (Engineering Staff);
  2. Peran sebagai Ketua Sub Kelompok (Leader). berpengalaman menjadi ES atau setara
  • Perekayasa Muda
  1. Peran sebagai Ketua Sub Kelompok (Leader); berpengalaman menjadi ESatau setara
  2. Peran sebagai Ketua Kelompok (Group Leader);  berpengalaman menjadi L atau setara
  3. Peran sebagai Asisten Program Manajer (Assistant Program Manager)  berpengalaman menjadi L  atau setara
  • Perekayasa Madya
  1. Peran sebagai Ketua Kelompok (Group Leader); berpengalaman menjadi L  atau setara
  2. Peran sebagai Manajer Program (Program Manager);  berpengalaman menjadi GL atau Asst PM  atau setara
  3. Peran sebagai Asisten Insinyur Kepala (Assistant Chief Engineer).  berpengalaman GL  atau setara
  • Perekayasa Utama
  1. Peran sebagai Insinyur Kepala (Chief Engineer) berpengalaman menjadi GL dan PM  atau setara
  2. Peran sebagai Kepala Program (Program Director) berpengalaman menjadi CE  atau setara

Sifat  Organisasi Fungsional Kerekayasaan antara lain sebagai berikut:

  1. Organisasi non permanen yang bersifat teamwork
  2. Dapat diubah – ubah bentuk dan pelakunya tergantung kepada kebutuhan program.
  3. Khusus dibentuk untuk menjalankan suatu kegiatan program tertentu.
  4. Dapat dilakukan oleh personil dari struktural, non struktural dari satu atau beberapa unit, lembaga atau departemen dan dapat pula diikutsertakan personil yang dikontrak khusus karena pertimbangan keahliannya. 
  5. Dapat pula melibatkan personil non Perekayasa
  6. Kepala Program bertanggung jawab kepada kepala unit struktural pemberi program
Dengan adanya Organisasi Fungsional Perekayasa peran  dan tugas setiap anggota terdefinisi dengan jelas, demikian pula alur pertanggung jawabannya. Traceability dapat dilakukan secara sistematik baik dalam pengevaluasian kinerja maupun dalam penggunaan dana. Selain itu dapat memfasilitasi pembinaan dan penjenjangan karir secara sistematik dan terprogram.

Organisasi Fungsional Perekayasa memiliki beberapa tipe, antara lain sebagai berikut: 

  1. Type C: terdiri dari 1 disiplin ilmu/ kegiatan kerekayasaan dengan jumlah pelaksana kegiatan kurang dari dan sama dengan 7 orang
  2. Tipe B: terdiri dari minimal 2 disiplin ilmu/ kegiatan kerekayasaan dengan jumlah pelaksana kegiatan lebih besar dari 17 orang
  3. Tipe A: terdiri dari minimal 5 disiplin ilmu/ kegiatan kerekayasaan dengan jumlah pelaksana kegiatan lebih besar dari 38 orang dan melibatkan institusi lain.
Penentuan ekivalensi ditentukan oleh Instansi Pengusul dan divalidasi oleh Instansi Pembina. Namun demikian, bila karena sesuatu hal yang berkaitan dengan peraturan setempat, Organisasi Fungsional Kerekayasaan, tidak/sulit dibentuk, maka masih dimungkinkan untuk menilai Peran & Tugas Perekayasa dengan memetakan kesetaraan (ekivalensi) organisasi di mana Perekayasa bekerja dengan Organisasi Fungsional Kerekayasaan untuk menetapkan kedudukan perekayasa tersebut. Selain itu dapat dilakukan dengan menilai peran dan tugas perekayasa tersebut sesuai dengan aturan Jabatan Fungsional Perekayasa, pada kedudukannya tersebut.

Latest
Previous
Next Post »
0 Komentar